Dilema Uang Baru.

Siang tadi setelah semuanya beres di warung, saya seperti biasa leha-leha duduk di kasir sembari menunggu pengunjung datang. Telepon pun berdering dari Si Trex, teman saya di kampung yang sekarang jadi keamanan kompleks

“Buooosss babi kecap’e ono ra?”

“Wah ra ono nek babi kecap, onone sate goreng opo losiobak. Kuwi bumbune yo nganggo kecap tapi proses masak’e bedo.” Jawab saya.

Dari belakang suara Si Trex sayup-sayup terdengar suara lelaki “Wah opo yo? Sate goreng wae bro.”

Si Trex pun mengulangi kata-kata lelaki itu, “Sidone sate goreng bos, nganggo sego. Iki Catur sik mesen. Mengko terke neng pos yo?”

“Owkay!” Jawab saya mantap.

Setelah itu saya menerima pesanan dari tetangga depan rumah dan lalu untuk mengirimkannya ke alamat yang dituju mengunakan ojek online. Ini juga beres.

Pesanan Catur sudah jadi, saya lalu mengirimnya ke pos.

“Total’e piro bro?” tanya Catur

“Nemlikur ewu.”

Dia lalu mengulungkan uang tiga puluh ribu. Kata saya pada Catur, “Suwun yo, susuk’e ngko sik tak jimukke sisan meh garap pesenan sik.”

“Oke…” Catur dan Si Trex membalas dengan kompak.

Pesanan dari tetangga depan rumah sudah aman dan telah diambil oleh tukang ojek. Saya pun akhirnya kembali ke pos dengan membawa kembalian uang empat ribu lalu ngobrol dengan mereka.

Di sela percakapan, saya membuka hape dan ngecek grup whatsapp. Ada yang ngirim tabel zona merah corona. Lantas saya memperlihatkan ke teman-teman.”Ki bro, bul gon’ne dewe ki zona merah yo.”

IMG-20200507-WA0005.jpg

Catur pun menyaut, “Nek Wedomartani ki cen zona merah mergo wingi perumahan Kanisius keno.”

“Ooo, kok gon’e dewe mlebu yo, opo mergo cedak daerah sik berdampak?” tanya saya.

“Ha gon’ne dewe ki ket mbiyen cen zona merah to?” Catur pun kembali menimpali.

Si Trex pun bertanya, saya pun juga bingung “Kok iso?”

“Ha kan zona PDI.”

Kami pun kemudian tertawa. Tertawa ampang…hahaha

Percakapan berlanjut dengan isian yang kebanyakan tentang sambat kondisi sekarang ini, lalu saya pulang karena adik saya kerepotan di warung.

 

 

Sekitar pukul tiga saya pun nge-whatsapp Jangkrik. Mau berencana ke rumahnya, gitaran dan ngobrol ngalor-ngidul berusaha menghibur diri masing-masing. Karena Bapak saya telah pulang dari berpetualang dan adik saya ada temannya, saya pun tancap gas.

Kopi sachetan telah tersaji dan rokok lintingan menemani teng-teng crit hingga maghrib. Karena keasyikan ngobrol saya baru ngecek hape, sudah ada pesan masuk melalui dm twitter. Teman saya ingin memesan panggang asin seperti di foto yang saya posting beberapa waktu lalu di twitter. Lanjut pulang dan menyiapkan pesanan. Otomatis karen tadi saya tinggal, kasir lantas diampu oleh Bapak saya. Setelah meladeni pelanggan terakhir dan pesanan online last minute berjumlah banyak warung pun akhirnya saya tutup. Sedikit molor tapi lumayan dapat tambahan pemasukan.

Tiba saatnya saya menghitung hasil hari ini. Orek-orek nota sudah, uang di laci kasir telah beres, saat menghitung uang di dompet. Uang di dompet ini biasanya untuk ngijolke susukan, isinya beragam pecahan, dari seribu hingga seratus ribu. Eeeeeeh kok ada yang janggal. Uang bendel ribuan baru kok berpindah posisi. Ini pasti udah kepakai.

Oh ya beberapa bulan lalu saat ada mobil BI standby di pintu masuk pasar saya lantas bertanya ke tukang parkir langganan. “Kui mobil Bank Indonesia kui nek ndene kerep ra to lik?”

Jawab tukang parkir, “ra mesti yo kui, rung karuan rong sasi pisan.”

Saya pun langsung bergegas ikut antri. Antrian dibatasi, saya mendapatkan urutan terakhir sebelum jadwal tukar uang ditutup. Dua lagi giliran saya, eh tiba-tiba ada yang nyelonong di depan saya dan langsung nuker uang. Waaaaah jiaaaan!

Giliran saya tiba, saya pun menukar uang seratus ribu dengan seribuan. Wah aroma duit anyir grisss ki cen menarik kok. Saya hanya menukarkan itu, karena pecahan lainnya bisa mudah didapatkan di toko kelontong langganan, nah teruntuk seribu itu susahnya minta ampun. Jadi ya hanya itu saja yang tertukar.

Sampai hari ini, yang mungkin hampir tiga bulan uang itu tidak pernah saya owah-owah. Sayang. Mau untuk kembalian kok kalau uang baru yang masih mbeler itu saya banget. Semuanya masih rapi dan sampai punya pikiran untuk dikoleksi. Saya pun belum ngecek nomer serinya, sukur-sukur dapet seri yang cantik. Bagi kolektor harganya lumayan mahal. Rasanya pokok’e sayang, tapi untuk ngecek nomer serinya lupa. Eh kok ini karena saya tinggal susunannya owah, yang berarti tiga lembar hilang dari urutan. Tiga lembar itu apakah mungkin salah satunya berseri cantik, karena kok ya uang yang saya foto ini mendekati… Walaaaaaah ra sido entuk duit akeh ki!

Leave a comment